Dalam Kehidupan kita lalui dalam suka dan duka. Namun yakin dan percaya bahwa TUHAN senantiasa menyertai...

Sabtu, 30 Januari 2010

Sejarah Negeri Hulaliu

Sebelum terbentuknya Kerajaan Islam Hatuhaha di Jazirah Uli Hatuhaha seringkali terjadi kerusuhan-kerusuhan, seperti pada tahun 1382 terjadi peperangan Urisiwa di gunung Sialana anatar kelompok-kelompok yang tidak mau tunduk pada prinsip-prinsip Hatuhaha, antara Kapitan yang satu dengan Kapitan yang lain. Tetapi dengan kehadiran Kapitan Ismail Akipai di Jazirah ini, maka dapatlah diatasi segala kerusuhan serta membawa perubahan-perubahan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan di antara Kapitan-kapitan maupun tokoh-tokoh masyarakat di Jazirah Uli Hatuhaha. Sehingga daerah ini dapat disatukan dalam satu wadah yakni Uli Hatuhaha. Kapitan Ismail Akipai dapat menciptakan suatu kondisi yang baik dengan jalan mengangkat Ronerusun Marapaika (Matasiri) selaku kepala adat Hatuhaha Amarima Lounusa dengan istilah Latu Nusa Barakate, yang memepunyai kedudukan tertinggi di Jazirah Uli hatuhaha, dimana kedudukan ini masih tetap dipertahankan sampai saat ini dengan istilah Ketua Latu Pati. Sedangkan pada masing-masing negeri diangkat seorang raja, antara lain:1. Kapitan Seipati Kabaresi sebagai Latu (Raja) untuk kelompok Sahapori (Kailolo) dengan gelar Latu Surinai.2. Kelompok Samasuru (Kabauw) Latu Karia Sina (Latu Pisina Sinamahu) kemudian diserahkan kepada Latu Supaholo seterusnya kepada marga Pattimahu.3. Kelompok Mandelisa (Rohomoni) diangkat dari kelompok Moniya Tihusele ditetapkan Makuku Rahamete dengan gelar Sangaji, dimana marga Sangaji memegang tampuk pemerintahan sampai sekarang.4. Kapitan Tuai Leisina Tuanoya sebagai Latu (Raja) untuk kelompok Haturesi (Hulaliu).
Dalam proses pengangkatan di atas menimbulkan protes dari Kapitan Kohiyasi, yang seolah-olah menghendaki kedudukan tersebut, sesuai dengan kapatah sebagai berikut:Musunipi kup lete asai Lounusa, oAkipai hiti Latu Ronae, eaKohiyasi weitai kanamai, anakai Akipai Paria ipiriSusa hee Latu Ronae, ihiti puna Latu Nusa Barakate
Namun sesuai dengan perjanjian bersama antara Kapitan Akipai dengan Kapitan Rihiya Hutubesy pada saat berakhir peperangan Uri-Siwa di gunung Sialana, maka Kapitan Ismail Akipai tetap melaksanakan pengangkatan tersebut dan ternyata pengangkatan tersebut berjalan baik tanpa seorangpun berani menghalanginya.Dengan demikian dapatlah diketahui bahwa tugas dan fungsi daripada Kapitan Ismail Akipai adalah untuk memulihkan keamanan dan ketertiban dari gangguan, baik yang datang dari dalam maupun yang datang dari luar, serta mengangkat kepala-kepala adat, Latu (Raja).
B. TERBENTUKNYA KERAJAAN ISLAM HATUHAHABerdasarkan informasi dari leluhur kami bahwa di Maluku Tengah tepatnya di pulau Haruku, bagian Utara terdapat sebuah kerajaan Islam yang bernama “Kerajaan Islam hatuhaha”, yang pada saat itu merupakan suatu kerajaan Islam yang terkuat di Lease. Kerajaan Islam Hatuhaha terbentuk daripada lima buah negeri yang disebut Amarima Lounusa, antara lain :1. Haturesi (Hulaliu)2. Matasiri (Pelau)3. Sahapori (Kailolo)4. Samasuru (Kabauw)5. Mandelisa (Rohomoni)
Kerajaan Islam Hatuhaha ini sebelumnya bernama Kerajaan Hatuhaha, dimana pada tahun 1380 Miladiyah kerajaan tersebut dibawah pengawasan seorang Kapitan yang bernama Kapitan Ismail Akipai yang sakti mandraguna, namun struktur pemerintahannya belum diatur sebagaimana halnya suatu kerajaan.Dengan kedatangan Datuk Zainal Abidin di Jazirah Uli Hatuhaha pada tahun 1385 Miladiyah sebagai penyiar agama Islam banyak membawa perubahan sehingga pada tahun 1410-1412 Miladiyah agama Islam diterima secara bulat oleh masyarakat Amarima Lounusa. Pada saat itu juga Kerajaan Hatuhaha berganti nama menjadi Kerajaan Islam Hatuhaha, dimana pelaksanaan roda administrasi pemerintahan dibagi menurut kedudukan adat, antara lain:1. Raja Matasiri (Pelauw) sebagai Latu Nusa Barakate Hatuhaha2. Raja Haturesi (Hulaliu) sebagai Sekretaris Hatuhaha (penyimpanan arsip/ surat)3. Raja Sahapori (Kailolo) sebagai Panglima Perang Hatuhaha serta penjaga keamanan terhadap bahaya yang datang dari dalam maupun dari luar Jazirah Uli Hatuhaha4. Raja Samasuru (Kabauw) sebagai Ahli Perdagangan (koordinator bidang ekonomi)5. Raja Mandelisa (Rohomoni) sebagai Imam Hatuhaha, hal ini didasarkan pada Muhudumu merupakan orang pertama yang diIslamkanSetelah terbentuknya Kerajaan Islam Hatuhaha pada tahun 1410-1412 Miladiyah, tahun itu juga merupakan tonggak sejarah perkembangan agama Islam di Jazirah Uli Hatuhaha yang dapat mempersatukan Amarima Lounusa menjadi satu kesatuan, seperti diungkapkan pada kapatah di bawah ini:Hatuhaha taha rua taha rima’oIte looka hiti haha ruma’eaIte looka hiti haha ruma’ioIrehu waela sala isya’iArtinya :Masyarakat Hatuhaha tidak ada perbedaan kelompok, baik dua maupun lima, mereka saling bantu membantu satu sama lain, karena mereka berasal dari satu pancaran mata air.
Dengan demikian setiap permasalahan yang timbul di Jazirah Uli Hatuhaha dapat dieselesaikan secara adat hatuhaha yang dinamakan “Musunipi” (musyawarah). Hal ini atas gagasan Kapitan Ismail Akipai.Kerajaan Islam Hatuhaha pada awalnya merupakan satu negeri adat yang besar dalam sejarah, dengan kedudukan ibu negerinya dikenal dengan nama Amahatu yang terletak disekitar pegunungan Alaka. Namun karena proses perkembangan sejarah, negeri Hatuhaha ini terpecah menjadi lima buah negeri yang kesemuanya terpencar disepanjang pesisir pantai pulau Haruku bagian Utara. Negeri Haturesi (Hulaliu) merupakan satu-satunya pecahan negeri Hatuhaha yang penduduknya berpindah agama, sedangkan empat negeri lainnya tetap berpegang kepada agama Islam.
Referensi:1)। Richard Z. Leirissa, Drs, Maluku Dalam Perjuangan Nasional Indonesia, Lembaga Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 19752). Abu Bakar Ohorella, Pemuka Masyarakat Kailolo, 19893). Abdul Latif Tuanany, mantan Sekretaris Desa Kailolo, 19894). Hi. Kojabale Marasabessy, Pemuka Masyarakat Kailolo, 1989

Kamis, 28 Januari 2010

Josef Muskita

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Josef Muskita (Magelang, 24 Juli 1924 - Jakarta, 1 Maret 2006) adalah seorang negarawan Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Dubes Indonesia untuk Jerman Barat (1979–1983), Sekretaris Wakil Presiden (1983–1988), dan anggota Dewan Pertimbangan Agung RI (1988–1993). Josef Muskita menempuh karier militer di TNI Angkatan Darat hingga pangkat mayor jenderal terhitung mulai 1 Oktober 1967 sampai menjadi purnawirawan sejak 28 Juli 1979.

Pada saat meninggalnya pada tahun 2006, Beliau meninggalkan seorang istri (Henriette Josephine "Mans" Latuharhary, putri sulung perintis kemerdekaan Johannes Latuharhary), empat orang anak (tiga laki-laki, satu perempuan), dan lima orang cucu (3 laki-laki, 2 perempuan).

Riwayat hidup singkat

Pendidikan Umum

H.B.S.-5 B (KWIII-School di Batavia)

Pendidikan Militer

  • U.S.-Army Infantry Officer Advanced Course (Fort Benning, Georgia, AS)
  • On-the-job training, US-Army 2nd Infantry Brigade (Fort Devens, Massachussetts, AS)
  • U.S.-Army Command and General Staff College (Fort Leavenworth, Kansas, AS)

Pengalaman Kerja (antara lain)

  • 1960–1965 - Wakil Asisten II Menteri/Panglima Angkatan Darat (Operasi, Latihan, Organisasi, Pendidikan)
  • 1965–1970 - Kepala Staf Komando Antar Daerah Sumatera, merangkap Kepala Staf Komando Antar Daerah Pertahanan Sumatera (1967–1970: merangkap Kepala Staf Koordinasi Operasi Harapan).
  • 1970–1973 - Direktur Jenderal Perdagangan (Dalam dan Luar Negeri), Departemen Perdagangan RI.
  • 1974–1978 - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan RI.
  • 1970–1978 - Merangkap Caretaker PT DSI Sarinah
  • 1971–1978 - Merangkap Ketua Badan Pengurusan Kopra
  • 1951–1978 - Merangkap tugas-tugas sebagai Ketua/Anggota berbagai Komisi/Tim/Panitia/Dewan/Misi militer maupun sipil.
  • (1955: merangkap sebagai guru Pendidikan Polisi Militer, Pendidikan Intelijen, Akademi Hukum Militer)
  • 1979–1983 - Duta Besar RI untuk Republik Federal Jerman
  • 1983–1988 - Sekretaris Wakil Presiden RI
  • 1984 - Anggota Delegasi RI ke KTT-OKI ke-IV di Casablanca, Maroko.
  • 1986 - Anggota Delegasi RI ke KTT-Non-Blok ke-VIII di Harare, Zimbabwe.
  • 1987 - Anggota Delegasi RI ke KTT-OKI ke-V di Kuwait.
  • 1987 - Anggota Delegasi RI ke Upacara Pemakaman Perdana Menteri India di New Delhi, India.
  • 1988 - Anggota Delegasi RI ke Upacara Pemakaman Presiden Pakistan di Islamabad, Pakistan.
  • 1970–1991 - Ketua/Pengarah/Peserta berbagai Seminar/Lokakarya di dalam dan di luar negeri.
  • 1965 - Anggota Steering Committee Seminar-I Angkatan Darat.
  • 1988–1993 - Anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia
  • 1990 - Wakil Ketua Delegasi DPA ke Austria, Polandia, Jerman Timur, Jerman Barat, Perancis, Belanda.
  • 1992 - Utusan Khusus Presiden RI ke Peru, Bolivia, dan Chile.

Pengalaman dalam organisasi

Berbagai kegiatan di bidang-bidang olahraga, pendidikan, pertanian, sosial, dan gereja.[sunting] Pengalaman dalam olahraga

Tanda jasa

  • 1968: Bintang Dharma
  • 1983: Das Grosse Vredienstkreuz mit Stern und Schulterband (Jerman)
  • 1988: Bintang Jasa Utama
  • 1990: Groot-Officier in de Orde van Oranje-Nassau (Belanda)

J. Leimena

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Johannes Leimena

Dr. Johannes Leimena (lahir di Ambon, Maluku, 6 Maret 1905 – meninggal di Jakarta, 29 Maret 1977 pada umur 72 tahun) adalah salah satu tokoh politik yang paling sering menjabat sebagai menteri kabinet Indonesia dan satu-satunya Menteri Indonesia yang menjabat sebagai Menteri selama 21 tahun berturut-turut tanpa terputus. Leimena masuk ke dalam 18 kabinet yang berbeda, sejak Kabinet Sjahrir II (1946) sampai Kabinet Dwikora II (1966), baik sebagai Menteri Kesehatan, Wakil Perdana Menteri, maupun Wakil Menteri Pertama. Selain menjadi Menteri Kesehatan Indonesia yang pertama, ia juga menjabat sebagai Menteri Kesehatan Indonesia yang terlama yaitu selama 21 tahun, dari 1945 sampai 1966. Selain itu Leimena juga menyandang pangkat Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL.

Riwayat hidup

Leimeina dilahirkan di Kota Ambon. Pada tahun 1914, Leimena hijrah ke Batavia (Jakarta) dimana ia meneruskan studinya di ELS (Europeesch Lagere School), namun hanya untuk beberapa bulan saja lalu pindah ke sekolah menengah Paul Krugerschool (kini PSKD Kwitang). Dari sini ia melanjutkan pendidikannya ke MULO Kristen, kemudian melanjutkan pendidikan kedokterannya STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen), Surabaya - cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Keprihatinan Leimena atas kurangnya kepedulian sosial umat Kristen terhadap nasib bangsa, merupakan hal utama yang mendorong niatnya untuk aktif pada "Gerakan Oikumene". Pada tahun 1926, Leimena ditugaskan untuk mempersiapkan Konferensi Pemuda Kristen di Bandung. Konferensi ini adalah perwujudan pertama Organisasi Oikumene di kalangan pemuda Kristen. Setelah lulus studi kedokteran STOVIA, Leimena terus mengikuti perkembangan CSV yang didirikannya saat ia duduk di tahun ke 4 di bangku kuliah. CSV merupakan cikal bakal berdirinya GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) tahun 1950.

Dengan keaktifannya di Jong Ambon, ia ikut mempersiapkan Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928, yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Perhatian Leimena pada pergerakan nasional kebangsaan semakin berkembang sejak saat itu.

Setelah menempuh pendidikan kedokterannya di STOVIA Surabaya (1930), ia melanjutkan pendidikan di Geneeskunde Hogeschool (GHS - Sekolah Tinggi Kedokteran) di Jakarta yang diselesaikannya pada tahun 1939. Ia juga dikenal sebagai salah satu pendiri Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)

Leimena mulai bekerja sebagai dokter sejak tahun 1930. Pertama kali diangkat sebagai dokter pemerintah di "CBZ Batavia" (kini RS Cipto Mangunkusumo). Tak lama ia dipindahtugaskan di Karesidenan Kedu saat Gunung Merapi meletus. Setelah itu dipindahkan ke Rumah Sakit Zending Immanuel Bandung. Di rumah sakit ini ia bertugas dari tahun 1931 sampai 1941.

Pada tahun 1945, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) terbentuk dan pada tahun 1950, ia terpilih sebagai ketua umum dan memegang jabatan ini hingga tahun 1957. Selain di Parkindo, Leimena juga berperan dalam pembentukan DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia, kini PGI), juga pada tahun 1950. Di lembaga ini Leimena terpilih sebagai wakil ketua yang membidangi komisi gereja dan negara.

Ketika Orde Baru berkuasa, Leimena mengundurkan diri dari tugasnya sebagai menteri, namun ia masih dipercaya Presiden Soeharto sebagai anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung) hingga tahun 1973. Usai aktif di DPA, ia kembali melibatkan diri di lembaga-lembaga Kristen yang pernah ikut dibesarkannya seperti Parkindo, DGI, UKI, STT, dan lain-lain. Ketika Parkindo berfusi dalam PDI (Partai Demokrasi Indonesia, kini PDI-P), Leimena diangkat menjadi anggota DEPERPU (Dewan Pertimbangan Pusat) PDI, dan pernah pula menjabat Direktur Rumah Sakit DGI Cikini.

Pada tanggal 29 Maret 1977, J. Leimena meninggal dunia di Jakarta.

Jabatan

Johannes Latuharhary

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

J. Latuharhary

Mr. Johannes "Nani" Latuharhary (lahir di Desa Ullath, Pulau Saparua, Maluku, 6 Juli 1900 – meninggal di Jakarta, 8 November 1959 pada umur 59 tahun) adalah seorang perintis kemerdekaan Indonesia. Beliau mempunyai seorang istri, Henriette Carolina "Yet" Pattiradjawane (anak Raja Kariu Jacob Pattiradjawane), dan 7 orang putra-putri. Putri sulungnya, Henriette Josephine atau Mans, menikah dengan negarawan Indonesia Josef Muskita.

Sejarah perjuangan

Johannes Latuharhary adalah putra daerah Maluku pertama yang meraih gelar Meester in de Rechten di Universitas Leiden. Sepulangnya dari Belanda ia bekerja menjadi pegawai pada ketua pengadilan tinggi di Surabaya pada Desember 1927Maret 1929. Ia aktif dalam Sarekat Ambon dan pergerakan Nasional dan banyak membwa ide dan persepektif baru dari Eropa. Ia juga menjadi pemimpin umum media Sarekat Ambon “Haloean”. Ia diangkat menjadi Hakim di Surabaya, lalu menjadi Ketua Pengadilan Negeri di Jawa Timur selama 2 tahun, lalu ia memutuskan berhenti supaya dapat lebih aktif dalam organisasi pergerakan. Lalu ia diangkat menjadi Dewan Perwakilan Kabupaten Jawa Timur, kemudian ia pindah ke Malang dan menjadi anggota Dewan Perwakilan Propinsi Jawa Timur di Surabaya. Ia juga mengetuai Fraksi Nasional sampai Jepang masuk ke Indonesia.

Pada saat pembentukan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan PPKI (Panitia ersiapan Kemerdekaan Indonesia) Johanes menjadi anggota yang mewakili Maluku. Ia juga hadir pada saat perumusan naskah proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda. Selain itu ia menjadi wakil ketua dalam KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).


Christiaan Robbert Steven Soumokil

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Christiaan Robbert Steven Soumokil (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 13 Oktober 1905 – meninggal di Pulau Obi, 12 April 1966 pada umur 60 tahun) adalah presiden Republik Maluku Selatan (RMS) dari 1950 sampai 1966. Chris Soumokil dilahirkan di Surabaya dan menempuh pendidikan di sana sebelum pergi ke Belanda. Setelah itu ia mempelajari hukum di Universitas Leiden sampai 1934. Pada tahun 1935 ia kembali ke Jawa dan menjadi pejabat hukum.

Pada 1942, penjajahan Jepang dimulai dan Soumokil ditangkap oleh tentara Jepang dan diasingkan ke Burma dan Thailand. Setelah perang usai ia kembali ke Indonesia dan menjadi menteri dalam Negara Indonesia Timur (NIT). Ia kemudian mendirikan RMS, menjadi Menteri Luar Negeri RMS pada 25 April 1950, dan menjadi presiden pada 3 Mei.

Setelah ditangkap oleh tentara Indonesia ia dibuang ke pulau Buru dan pulau Seram. Pada bulan April 1964 ia diadili dan dibela oleh pengacara Mr. Pierre-William Blogg, teman lamanya dari Leiden. Dalam persidangan Soumokil bersikeras berbicara dalam bahasa Belanda, walaupun bahasa ibunya adalah bahasa Melayu.

Ia dihukum mati dan dieksekusi oleh peleton tembak pada 12 April 1966 di Pulau Obi.





Senin, 25 Januari 2010

JURUSELAMAT MANUSIA

Sejarah Negeri Hulaliu

free web counter

web counter

Mengenal Bpk Nelis Noya




Cornelis Noya, lahir 27 Juli 1934 di Hulaliu, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah dari pasangan Petrus Noya dan Antomina Taihuttu,
Pada usia 7 tahun Beliau mengikuti pendidikan bahasa Jepang di Hutan Ruatalai suatu dusun di petuanan Hulaliu karena pada saat itu kondisi belum aman, gurunya adalah Bastian Birahy dan Salah satu guru berkebangsaan Jepang yakni Ike Maru. Tahun 1943 beliau masuk SR di Hulaliu, saat di SR ia harus merubah tahun lahir menjadi 27 Juli 1947 agar umur lebih muda dan dapat mengikuti ujian SR, karena kalau tidak demikian maka akan dikeluargkanb dari sekolah. Beliau melanjutkan studi ke SMP negeri pelau, hingga kelas 3 SMP ia memutuskan untuk keluar dari sekolah untuk merantau di Ambon…
Cornelis Noya saat pindah ke Ambon, tinggal dengan Bpk Demi Noya, yang adalah komandan Militer Kota / KMK (Sekarang KODIM), bersama Demi Noya selalu membawa beliau hingga aktif dalam proses kampanye Bpk Muhamad Padang Calon Gubernur Maluku saat itu. Karena aktif di daerah asrama militer maka ia juga bersama-sama dengan Silas Papare yang berjuang untuk Irian Barat masuk ke NKRI dan melakukan beberapa kali perjalanan yakni ke Wahai hingga Misol.
Setelah Tahun 1965 beliau kembali ke Hulaliu dan tergabung dalam OPR (organisasi Pertahanan Rakyat) OPR diberikan senjata 6 pucuk untuk 12 orang anggotanya dengan tujuan membasmi sisa-sia RMS di Pulau Haruku dan untuk menyelamatkan negeri hulaliu dari siksaan Polisi dan Brimob. Anggota OPR diantaranya adalah : Johanies Sedubun, Jakob Sedubun, Adrianus Laisina, Pattihua Hatalaibessy, Ferdinand Noya, Abraham Taihuttu, dll. OPR berhasil menangkap beberapa orang RMS dan diserahkan ke Brimob yang saat itu komandannya adalah Chr Tahapary.
Setelah keamanan terwujud OPR di bubarkan, menikahi Naomi Birahy dan tahun 1969 di calonkan menjadi KADES, namun tidak lolos dan menjadi Wakil untuk kades Frets Matulessy, kemudian periode berikut juga menjadi wakil untuk kades Nataniel Taihuttu, Wakil mendampingi Kades Buce Taihuttu, Wakil mendampingi kades Dominggus Noya, Wakil mendampingi Raja Robby Laisina (Almarhum) saat inilah perda tentang pemerintahan adat. Karena beliau mendampingi 5 kepala desa sejak tahun 1969-2003, maka warga Hulaliu menyebutnya BAPAK NELES WAKIL. Tidak hanya itu Selama menjabat wakil kepala desa beliau juga menjabat sebagai kepala Soa Noya sejak tahun 1979-2003, yang kemudian diganti oleh Wellem Noija hingga sekarang.
Cornelis Noya memiliki 1 isteri Naomi Birahy, dan 7 orang anak : Petrus Noya, Hanna Noya, Theopilus Noya, Lebrina, Jakobis Noya, Martinus Noya, dan telah memiliki 13 cucu.
Hingga kini Cornelis Noya tetap berdiam di Hulaliu sebagai tokoh adat sehingga banyak memberikan kontribusi terhadap sejarah dan adat Hulaliu kepada Masyarakat negeri Hulaliu, dan juga kepada peneliti sejarah.

Ekslusif Oleh Mon Sahureka
Hulaliu, 21 September 2009